Jumat, Maret 27, 2009

REVITALISASI NILAI-NILAI BUDAYA BETAWI

Kebudayaan Betawi dapat dikatakan sebagai "potret miniatur kebudayaan Indonesia". Percampuran antarsuku, proses akulturasi kebudayaan , penduduk asli Batavia dan daerah-daerah sekitarnya merupakan prototipe bangsa Indonesia dewasa ini. Percampuran antarsuku tersebut, terbentuklah suatu tipe masyarakat baru yang kemudian dikenal sebagai kaum Betawi.

Percampuran antarsuku tersebut selalu disertai dengan proses akulturasi kebudayaan. Akibatnya, muncullah kebudayaan campuran yang kadangkala beberapa unsurnya menunjukkan daerah asalnya. Misalnya, bahasa Indonesia dialek Betawi. Dialek Betawi merupakan bahasa Melayu yang dipengaruhi unsur-unsur bahasa Sunda, Jawa, Bali, Arab, Cina, Portugis, dan Belanda.

Kebudayaan Betawi tidak bisa dilepaskan dari subyek pendukung kebudayaan tersebut, yaitu orang Betawi. Bagi orang Betawi, sebutan "asli"tidaklah berlaku. Sulit mengidentifikasikan keaslian suku Betawi. Mereka merupakan hasil percampuran darah atau proses asimilasi antara penduduk pribumi daerah Jakarta dan suku-suku bangsa pendatang. Kemudian, terjadi juga proses asimilasi antara penduduk pribumi dengan pendatang dari bangsa asing seperti bangsa Cina, Arab, India, Belanda, dan Portugis.

Masyarakat Betawi secara turun-temurun mengembangkan 'folklor' yang kemudian secara fisiologis merupkan budaya Betawi. Ada 3 jenis folklor yang dimiliki masyarakat Betawi, yaitu folklor lisan, setengah lisan, dan tidak lisan.

(1) Folklor lisan, misalnya: bahasa rakyat Betawi, yang meliputi logat, julukan, dan sindiran; ungkapan tradisional Betawi, meliputi pribahasa dan pepatah;puisi rakyat Betawi, meliputi pantun dan syair; nyanyian rakyat Betawi, misalnya Jali-jali, Lenggang Kangkung, dan Surilang; cerita rakyat prosa Betawi, meliputi mite, legenda, dan dongeng. Misalnya, cerita prosa rakyat Nyai Dasima, Si Pitung, Mat Item, dan Si Jampang. Cerita prosa juga meliputi cerita asal mula nama tempat, seperti asal mula nama "Rawa Bangke","Matraman", "Tanjung Priok", "Pasar Rumput", "Marunda" , dan lain sebagainya.

(2) Folklor setengah lisan, meliputi kepercayaan rakyat Betawi, permainan rakyat, dan hiburan rakyat Betawi, tari Betawi, adat kebiasaan rakyat Betawi, upacara-upacara tradisional Betawi, serta pesta-pesta rakyat Betawi. Drama rakyat Betawi misalnya lenong, tokek, dan tari cokek.

(3) Folklor tidak lisan Betawi, meliputi arsitektur rakyat Betawi, seni kerajinan Betawi, pakaian serat perhisan rakyat Betawi, makanan dan minuman rakyat Betawi, alat-alat musik Betawiperalatan dan senjata orang Betawi, seta mainan Betawi.

Dalam rangka revitalisasi nilai-nilai filosofis budaya Betawi, kenyataan yang kita hadapi saat ini adalah pengaruh budayamodern sebagai tuntutan modernisasi kota metropolitan. Hal inimerupakan konsekuensi sari perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tahapan fungsional. Akibatnya local genius budaya Betawi pun tidak lagi menampakkan pengaruhnya, dan budaya Betawi semakin terdesak. Kepunahan Budaya juga bisa terjadi. Demikian pula wujud kebudayaan sistem sosial juga akan mengalami nasib yang sama mengingat urbanisasi secara besar-besaran ke Jakarta. Akibatnya, jika masyarakat Betawi tidak mampu menguasai kepital, mereka juga akan mengalami tekanan dan kepunahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar